Liburan ke Labuan Bajo – Part 2
Jumpa lagi di part 2 dari perjalanan saya dan teman-teman LOB (live on board) di laut Flores 🙂
Pink Beach
Setelah sukses mendaki Gili Lawa, perjalanan kami selanjutnya adalah berlayar menuju Pink Beach. Selama perjalanan saya tidur siang di dek kapal; cukup nyenyak karena habis minum sebutir Antimo sesaat sebelum mulai pelayaran. Saking nyenyaknya saya ngga ngeh sama kehebohan akibat kapal ngga bisa bergerak maju selama 20 menit karena tidak kuat melawan arus laut yang lawan arah. Dan ada pusaran air pula yang mengakibatkan satu kapal tak jauh dari kapal kami berputar balik arah terbawa pusaran air tersebut.
Begitu saya bangun, posisi kapal sudah cukup dekat Pink Beach. Untuk menuju bibir pantai kami menggunakan ojek perahu. Pink Beach merupakan pantai pasir putih; disebut Pink Beach karena pasir putih di pantai tersebut bercampur dengan serpihan-serpihan yang berasal dari karang-karang kecil berwarna merah sehingga berwarna semi merah muda, lebih jelas terlihat jika pasir baru saja tersapu ombak.
Sebetulnya waktu kami baru tiba, saya sedikit bertanya-tanya sih, ini mana pasir pink-nya ya wkwkwk… Konon kalau siang hari memang tidak terlalu terlihat, pink-nya akan makin jelas menjelang sore hari.
Sebelum masuk air, kami trekking sedikit ke bukit dekat Pink Beach. Dan dari atas sana kami bisa melihat Kampung Komodo, kampung kecil tempat bermukimnya penduduk Pulau Komodo.
Di atas sini saya kena musibah kecil, sandal jepit buaya kesayangan yang kiri saya putus talinya. Mungkin dia ngambek ya dibawa naik-naik bukit huhu… Alhasil perjalanan turun bukit agak melambat karena kaki kiri saya harus lepas sandal sehingga kepanasan dan lumayan sakit arena menginjak pasir dan batu.
Sesampainya di bawah, udah lupa tuh sama sandal yang putus. Saya sama Rani excited banget main air di pantai ^^ Serasa berenang di kolam renang yang sangat luaaas… Airnya sangat jernih dan pasir putih di dasar juga bersih hampir tak ada karang.
Saya pikir ngga ada ikannya di pantai itu, tapi ternyata saya menjumpai cukup banyak ikan lho di area yang bahkan belum terlalu dalam; ada rombongan ikan teri kecil-kecil yang berenang berombongan.
Kalau maju agak depan warna airnya sudah mulai jadi biru tua karena selain semakin dalam, sudah mulai ada karang berwarna gelap. Kami sedang ingin santai main air dan pasir jadi kami berenang di tepian saja. Sempat digodain sama Naz, kalian ngapain snorkeling liat pasir doang? Wkwkwk gapapa yang penting hepi yesss…
Bertemu Komodo di Pulau Komodo
Dari Pink Beach petualangan kami berlanjut ke Pulau Komodo. Pulau Komodo ini adalah salah satu dari dua pulau di sini – pulau lainnya adalah Pulau Rinca – di mana kita bisa melihat komodo, si kadal raksana, secara nyata tanpa fatamorgana. Saat kapal mulai mendekati Pulau Komodo, sudah terlihat awan gelap, mendung yang memayungi sebagian besar pulau.
Untuk mempercepat waktu supaya tidak keburu turun hujan, oleh tim ranger Taman Nasional Komodo kami dibawa langsung ke spot tempat sang komodo berada, hanya sekitar 200 meter dari pos penerimaan tamu.
Sebetulnya di pulau Komodo ada beberapa jalur trekking masuk-masuk hutan yang bisa ditempuh wisatawan; ada trek yang short, medium, long, dan adventurous. Namun kata sang ranger, sangat tidak bisa dijamin jalur trekking manapun yang kita tempuh akan pasti bertemu komodo hehehe… Karena pada dasarnya komodo masih binatang liar, makan pun mereka memangsa babi hutan, rusa dan kerbau liar yang ada di pulau seluas 33.000 hektar ini jadi posisi mereka pun selalu berpindah-pindah dan tidak selalu bisa ditemukan di trek yang sudah ditetapkan.
Di pos penerimaan tamu kami dibriefing dulu oleh rangernya. Tidak boleh berpisah dari grup, tidak boleh jauh-jauh dari ranger, dan tidak boleh mengayun-ayunkan barang apapun (misal tas atau kamera) karena komodo yang sensitif bisa mengira barang yang kita ayun-ayunkan adalah makanan yang siap disergap. Untuk yang sedang menstruasi tidak masalah untuk ikut hunting lihat komodo, tapi dipesankan untuk berada dekat dengan ranger.
Tak jauh dari pos, kami berjumpa dengan seekor komodo yang nampak seperti sedang tidur. Oleh ranger dijelaskan bahwa komodo yang tampak lemas atau tidur sebetulnya justru sedang awas mencari mangsa. Teknik itulah yang mereka gunakan untuk mencari makan; sehingga mangsanya lengah dan komodo akan dengan mudah menyergap si mangsa.
Melihat komodo dari dekat ternyata beneran ngeri ya, takut-takut kalau ia tiba-tiba mengganas dan mengejar kami T_T Bapak ranger menyuruh kita cepat-cepat bersiap untuk foto di belakang komodo. Saking paniknya saya ngga sempat setting kamera sebelum diserahkan ke pak ranger untuk ambil foto. Dan hasil foto-nya juga ngga maksimal sih, sayang sebetulnya. Sebagian terlalu gelap, sebagian lain foto orangnya atau foto komodonya kena blur karena lensanya pakai bukaan besar. Harusnya fotonya pakai kamera ponsel saja sepertinya akan lebih “aman” hasilnya 😀
Selama perjalanan, bapak ranger bercerita mengenai dongeng asal muasal komodo dan mengapa komodo dan manusia dapat hidup “berdampingan” di Pulau Komodo. Jadi pada zaman dahulu kala, diceritakan bahwa seorang putri yang dikenal dengan sebutan Putri Naga melahirkan anak kembar dengan wujud yang berbeda, salah satunya berwujud seperti manusia biasa sedangkan saudaranya, yang diberi nama Ora (alias buaya darat) terlahir berwujud binatang. Ora diasingkan untuk hidup sendiri di hutan.
Pada suatu hari si anak lelaki datang ke hutan untuk berburu dan berjumpa dengan saudarinya, Ora, dan hampir saja membunuhnya. Tapi kemudian Putri Naga tiba-tiba muncul dan meberitahukan bahwa Ora itu adalah saudara kandungnya, sehingga ia membiarkannya hidup. Dan hal ini berlangsung turun-temurun, keturunan Ora dan keturunan si anak manusia hidup berdampingan di satu pulau tanpa melukai satu sama lain.
By the way jangan tanya bagaimana Ora bisa punya keturunan ya 😀 bagian itu saya lupa tanya tadi sama rangernya 😀
Pulau Padar
Dari kunjungan singkat ke pulau Komodo, perjalanan kami berlanjut ke Pulau Padar. Foto-foto pemandangan dari puncak pulau inilah yang membuat saya mimpi-mimpi untuk bisa berkunjung ke Labuan Bajo. Alhamdulillah kapal kami bisa merapat ke Pulau Padar sebelum matahari terbenam; sehingga kami masih punya waktu untuk trekking naik dan menikmati sunset dari puncaknya.
Menurut info awak kapal Be Borneo, Pulau Padar ini jalur trekkingnya lebih panjang namun tidak terlalu terjal dibandingkan Gili Lawa. Untuk menuju puncak sudah dibuat tangga kayu dan undak-undakan batu yang memudahkan trekking kita, walaupun baru 70-80% jadi. Sisanya masih harus ditempuh dengan memanjati batu-batu yang menurut saya terjal juga ternyata.
Papan informasi Pulau Padar
Tangga kayu menuju puncak Pulau Padar
Seperti ini pemandangan dari separuh jalan menuju puncak
Perjalanan menaiki tangga kayu dilanjutkan dengan tangga batu
Pembangunan tangga batu yang belum selesai
Sepanjang penanjakan saya bertemu dengan bapak-bapak pekerja yang tengah membuat tangga-tangga batu. Mereka sepertinya enteng saja naik-naik membawa batu dan semen, beberapa bahkan sambil bersenandung.
Jadi malu sendiri sama suara napas saya yang terdengar seperti mau habis T_T
Sebagaimana dengan Gili Lawa, lelah dan ngos-ngosan naik ke puncak terbayar juga dengan pemandangan sangat indah dari puncak Pulau Padar. Well sebetulnya kami tidak sampai puncak tertinggi sih, tapi sudah sangat puas dengan dapat spot yang bagus banget view-nya untuk menikmati matahari terbenam di Labuan Bajo.
Alhamdulillah Allah memberi kesempatan pada saya untuk akhirnya melihat sendiri keindahan pemandangan dari puncak Pulau Padar, plus bonus sunset yang cantik pula.
Up next on part 3 : Snorkeling Spot Manjarite, Ubur-ubur Pulau Sembilan, & Trekking Pulau Kelor
Labuan Bajo emang dahsyat ya pesonanya. Aku aja belum bisa move on. Rasanya masih pengen bisa berlama-lama di sana.
Semoga ada rezeki bisa ke Labuan Bajo lagi.
Amiin, aku juga masih ingin ke sana lagi ^^ di Labuan Bajo-nya sendiri kemarin belum ke mana-mana; mudah-mudahan next bisa ke Goa Batu Cermin, Desa Waerebo sama sawah spiderweb itu.
Huaaahh pingin ke sana jugaaa.. 😀 Aku baru tau mba cerita tentang Ora itu.. Pas mau ketemu komodo memang mesti ngikutin apa kata ranger-nya ya.. Kayaknya liat foto komodo gede gitu aja aku deg-degan gimana ketemu langsung.. 😀
Aku malah pas lihat fotonya ya “biasa” aja gitu, pas udah beneran di depan mata langsung jiper hahaha
Ngakak baca bagian Komodo, udahlah fotonya cepet2, pake ngeri2 sedap, Komodo-nya cuma satu, blur dan backlight pulak hasilnya. Selalu ada cerita dalam perjalanan, yang penting mah BAHAGIA hahahah
setidaknya masih ada fotonya lah mbak, jadi ngga dibilang hoax ketemu komodonya hahaha
Subhanallah.. cantik sekali ya Mbak.. Diiih kalau lagi menstruasi pergi ke Pulau Komodo ngeri-ngeri sedap ya mbak, tambah mengkeret ngeliat komodo kayak cium bau-bau amis apa gitu mungkin ya..
Masya Allah indah banget tempatnya…
Setelah baca dan juga melihat foto-foto di artikel ini saya jadi ngiler Serasa pengen ke sana Menikmati keindahan alam Indonesia hehehe