THR – Ditabung atau Dihabiskan untuk Lebaran?

Namanya juga Tunjangan Hari Raya, sepantasnya dihabiskan digunakan untuk segala keperluan Lebaran. Setujukah kamu?

Well kalau saya setengah setuju sih hehehe.. porsi terbesar THR menurut saya sebaiknya diprioritaskan untuk membiayai kebutuhan yang berhubungan dengan Lebaran. Biasanya yang makan porsi paling besar itu biaya mudik. Saya masih termasuk agak beruntung karena kalau harus mudik, mudiknya masih sama-sama di pulau Jawa; kampung orang tua saya di Jawa Tengah dan kampung mertua saya di Jawa Timur. Sedangkan orang tua dan mertua tinggal di kota yang sama dengan saya dan suami.

Dulu mama saya cerita, saat saya masih kecil keluarga kami tinggal di Ambon, jadi setiap kali mudik Lebaran tabungan setahun ludes untuk biaya pulang kampung ke Semarang 😀 Kebayang kan tiket pesawat Ambon – Semarang untuk 1 keluarga beranggotakan 5 orang, apalagi zaman itu belum ada low budget flight hehehe..

Makanya saya dan suami ngga boleh mudah mengeluh karena kondisi kami sebetulnya sangat dimudahkan. Ngga setiap kali Lebaran harus mudik karena kadang-kadang orang tua kami juga Lebarannya di Bogor saja, kalaupun harus mudik juga sebetulnya ngga jauh-jauh amat.

Ibarat pasangan yang menikah menghabiskan duit berpuluh bahkan beratus juta tapi setelah selesai semua prosesi malah bingung hidup pakai apa karena sudah ngga punya tabungan; jangan sampai juga selama Ramadhan dan Lebaran kita bersuka cita dengan segala penganan komplit tersaji di meja, gamis dan baju koko baru yang masih wangi baju baru, tebar angpau dan THR lebaran ke mana-mana, eh tapi setelah perayaan Lebaran usai baru sadar kalau perencanaan keuangan keluarga yang selama ini tersusun cukup rapi jadi berantakan lagi. Back to square one lagi deh…

Kelola THR ala saya

Jujur saya belum jadi orang yang disiplin banget untuk mengatur keuangan khususnya urusan THR; tapi kalau boleh berteori dan berharap jadi nyata, ini yang saya bayangkan untuk pengaturan THR keluarga saya tahun ini.

Menurut saya selain urusan mudik Lebaran, prioritas penggunaan THR berikutnya adalah untuk disalurkan lagi sebagai THR untuk orang-orang yang selama ini membantu kita. List pertama adalah tukang sampah dan bapak-bapak sekuriti yang kerja di kompleks tempat tinggal saya. Sebetulnya patungan THR yang official dari RT/RW untuk petugas kebersihan dan keamanan juga sudah ada; tapi ngga ada salahnya tetap memberi secara langsung meskipun tidak besar.

Saya ngga punya ART tapi kadang-kadang minta bantuan bersihin rumah ke ART-nya mama, jadi si mbak ini masuk list juga yang dianggarkan untuk diberi THR. List berikutnya adalah tukang kebun langganan yang sesekali saya panggil untuk bantu merapikan halaman rumah. Khusus beliau, karena tidak pasti waktunya kapan bisa ketemu, jatah “THR” untuk beliau sudah diberikan saat terakhir kemarin dia kerja di rumah di awal bulan puasa.

THR untuk mereka tidak selalu harus berupa uang tunai lho, tapi bisa juga berupa bahan kebutuhan pokok atau pakaian dan peralatan ibadah seperti sarung, peci, mukena. Tapi kalau saya sih ya seneng yang praktis aja, berupa uang cash supaya bisa mereka gunakan sesuai kebutuhan mereka sendiri.

Setelah THR mereka, pos berikutnya adalah urunan Lebaran untuk kedua orang tua kami. Karena saya sama suami hanya berdua, jadinya Lebaran kami pasti nebeng di rumah orang tua supaya lebih efektif dan efisien (terutamanya supaya saya ngga perlu masak sendiri hahaha).

Nah, setelah itu adalah “THR” untuk para ponakan. Beberapa tahun lalu ponakan saya banyak yang masih kecil-kecil banget (masih bayik) jadi ngga akan ngerti juga kalau dikasih angpau. Nah tahun ini 7 ponakan langsung saya udah mulai pada membesar semua, jadi sudah harus diperhitungkan dengan baik kalau mau kasih angpau hehehe..

Nggak kok saya bukan tipe bude atau tante yang royal banget ngasi uang banyak ke ponakan, tapi ya walaupun jumlahnya ngga seberapa tetep aja kalau dikali (minimal) tujuh ya jadinya lumayan. Harus direncanakan dan dianggarkan dari awal supaya ngga kaget abis Lebaran kenapa duit habis tak bersisa.

Nah buat baju lebaran gimana? Ehm kalau saya kebetulan memang ngga pernah secara khusus menganggarkan biaya beli baju apalagi untuk Lebaran. Beli baju ya karena memang ada yang dibutuhkan atau ingin dibeli (iyes, saya masih lemah nih mengutamakan keinginan di atas kebutuhan untuk urusan baju) dan pas ada uangnya. Saya bilang ke mama saya,  baju baru saya masih banyak jadi belum perlu beli lagi hehehe; karena awal April lalu saya sudah beli beberapa buah dress untuk  umroh, jadi masih bisa dibilang baju baru kan ya. Kerudungnya aja nih yang perlu stok baru untuk penyegaran hahaha…

Apalagi suami saya, ngga inget juga kapan terakhir kali dia beli baju spesial buat Lebaran. Kayaknya dia lebih milih beli mug Goat Story daripada beli baju koko atau sarung baru; ya simply karena baju koko lama-nya masih bisa banget dipakai untuk Lebaran tahun ini dan sarung juga masih banyak stoknya.

Nah kurang lebih gitu aja sih pos pos anggaran THR saya. Ada beberapa pos lain sih tapi ngga saya share di sini 😀 Kalau masih ada ruang, saya akan alokasikan untuk kasih gift atau hampers ke orang-orang dekat. Lebih asyik lagi kalau yang jual gift atau hampersnya orang-orang dekat juga; jadi sekalian ngelarisin dan berbagi rejeki ke orang-orang dekat juga.

Sisa THR ditabung?

Nah selebihnya saya simpan saja uangnya, masuk ke pos dana darurat. Kok nabung pakai dana sisa? Kan katanya kalau nabung harus diplan dari awal mau sekian persen yang ditabung, baru sisanya dibelanjakan ? Ya menurut saya prinsip yang itu berlakunya untuk penghasilan bulanan yang rutin; kalau THR bolehlah agak spesial sedikit spending dulu baru nabung kemudian 😀 Toh spending-nya untuk kepeluan Lebaran juga dan bisa commit untuk ngga boros beli-beli yang ngga penting.

Yang utama menurut saya adalah memastikan dulu bahwa pengeluaran Lebaran kita ngga lebih dari budget THR. Kalaupun kondisi memaksa harus colek-colek tabungan karena THR nya ngga cukup (seperti misalnya kasus papa mama saya zaman dulu, tiket pesawat supermahal karena mudiknya jauh banget), setidaknya sudah ketahuan dari awal dan bisa segera dibuat pengaturan anggarannya dari penghasilan rutin bulanan.

Pengelolaan THR ala-ala saya seperti itu aja sih. Ngga inspiratif banget ya hahaha… Nah untuk mengimbangi, coba kita lihat kalau manajemen THR ala keluarga Surya kaya gimana. Yok kenalan dulu sama keluarga Surya, yang terdiri dari Pak Surya, istrinya Bu Mentari, dan dua anaknya Fajar & Cahaya (ok fix ini namanya kompak sekali. Mungkin kalau ada anak ketiga akan diberi nama Nur).

Jadi keluarga Surya ini merupakan webseries bergaya sitkom yang episode pertamanya baruuu aja dilaunch di channel Youtube Sun Life Financial ID tanggal 24 Mei yang lalu; dan pas banget temanya tentang THR, Tabungin atau Habisin.

Total nantinya akan ada 7 episode webseries Keluarga Surya, yang akan menampilkan polah tingkah mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari keuangan, kesehatan, sekolah, liburan, dan lainnya dalam sitkom yang kocak dan pastinya relatable banget sama hidup kita sehari-hari.

Nonton dulu aja deh yuk episode pertamanya, pasti jadi ga sabar nunggu episode selanjutnya.

Yang lucu, tokoh bu Mentari ini seorang blogger sama seperti saya; jadi beberapa dialognya dekat dengan keseharian saya. Saya harus belajar pede sama beliau, supaya juga bisa bilang kalau saya harus rajin update blog supaya pembaca blog ngga kasihan karena kehilangan pegangan hidup 😀